Lebaran kemarin, awalnya ngerasa, ‘Ah… pasti bisa ngelewatinnya. Meskipun nggak ngumpul di rumah enin aki ataupun mbah, tapi kan tetep bisa video call-an’.
Nyatanya, abis sholat ied yang kesiangan, baru berasa sedih. Tiba-tiba kangen keluarga. Kangen memeluk dan dipeluk orang-orang terdekat. Ternyata rasanya senggak nyaman itu…
Apalagi sambil bayangin, gimana kondisi Lebaran tahun depan? Apa masih dijalanin dengan situasi yang sama? Apa anggota keluarga juga masih sehat semua seperti tahun ini? Hiks….
Ah, jangankan tahun depan. Besok aja nggak tau yang bakal terjadi seperti apa.
Dan sekarang, saatnya harus beradaptasi jalanin fase yang dinamain the new normal. Kondisi yang penuh dengan ketidakpastian dengan segala risikonya.
Mikirin hal-hal terlalu jauh emang sering kali nyiksa, sih. Kadang, jadi sering bersyukur juga kalau gue ini termasuk orang yang selow. Jalanin hidup lebih fokusnya untuk hari ini dulu. Besok, lusa, bulan atau pun tahun depan, ya, lihat aja nanti.
Cuma, ya, juga jangan sampai kebablasan. Seenggaknya semua memang harus imbang.
Sekarang, kalau ngomongin masalah the new normal, mau nggak mau, siap nggak siap, ya memang harus dijalanin. Meski rasanya nggak nyaman dan bikin cemas, tapi mau gimana?
Mau dihindari? Mutusin untuk terus-terusan di rumah aja? Nggak melakukan aktivitas kaya semula? Harus berangkat ke kantor lagi, misalnya. Ya kan nggak bisa begitu juga….Di tengah kecemasan karena belum siap jalanin the new normal, menanti-nanti keputusan kantor kapan harus balik kerja ke kantor lagi, beruntung juga kemarin dapet kesempatan jadi host Instagram live bersama psikiater, dr. Andri, SpKJ, FAPM. Paling nggak, bisa dapat ‘pencerahan’ dan lebih tau harus kaya gimana.
Ngobrol online selama satu jam ternyata banyak banget insight yang bisa didapetin. Sebenernya, sih, masih banyak banget yang mau ditanyain, apa daya durasinya memang terbatas.
Jadi, buat temen-temen, bu ibu yang sedang galau, dan khawatir jelang the new normal, ada beberapa poin penting yang perlu diingat dan dipahami. Yah, mudah-mudahan, dari sini jadi bisa lebih mudah beradaptasi.
Biar lebih memudahkan, dan supaya bisa lebih mudah dipahami, jadi poin pentingnya akan di-listing aja, ya…..
1. The New Normal bikin nggak nyaman
Sama kaya perasaan takut dan cemas, ngerasa nggak nyaman juga wajar banget kok. Jangankan fase the new normal, perubahan situasi saat kita pertama kali masuk di kantor baru juga bisa bikin nggak nyaman.Ketika mengubah kebiasaan pola hidup lebih sehat juga nggak nyaman. Baru mulai olahraga, nggak nyaman karena badan pegel. Baru mulai milih makan makanan sehat, bawaannya udah rindu sama mecin.
2. Merasa takut dan cemas nggak apa-apa, kok
Yes, menurut dokter Andri, sebelum bisa beradaptasi, menerima dan bisa jalanin the new normal secara legowo, wajar akan kalau merasa cemas atau takut. Ini merupakan bentuk perasaan atau emosi yang sangat wajar dirasain semua individu. Terutama ketika harus berhadapan dengan perubahan.Nggak bisa tiba-tiba aja ngerasa, “Oh, ok. Gue baik-baik aja kalau kembali beraktivitas kaya semula.
3. Pahami ada tahapan yang perlu dirasakan sebelum bisa menerima the new normal
Jadi, sebelum bisa beradaptasi jalanin the new normal, ada beberapa tahapan yang umumnya akan kita rasain. Mulai dari denial, marah, kemudian bargaining, hingga akhirnya baru bisa menerima (acceptance).Setiap orang, di sini skala waktunya memang bisa beda-beda. Bisa lama, bisa juga cepet.
4. Menyadari kalau realita tidak bisa kita ubah
Nah, salah satu yang penting untuk disadari kita memang harus bisa belajar nerima kalau realita, the new normal ini nggak bisa kita ubah. Ya harus dihadapi dan dijalani.5. Pentingnya intervensi pikiran sendiri
Kalau realita nggak bisa kita ubah, lalu gimana? Ya, yang perlu diubah di sini justru mindset kita. Bagaimana kita perlu belajar untuk bisa mengintervensi pikiran kita sendiri.Umumnya, kalau lagi ngerasain situasi yang nggak enak dan bikin nggak nyaman, bawaannya pengen mengubah semua. Pengen kondisi berubah sesuai apa yang kita mau. Tapi ini kan nggak mungkin.
Justru yang paling bisa kita ubah itu pikiran sendiri. Intervensi pikiran kita sendiri, dan cari tau apa, sih, yang bikin ganggu?
Ketakutan kita nggak akan mengubah realita. Realita nggak peduli sama ketakutan yang kita rasain. Saran dr. Andri, dalam menjalani the new normal ini kita memang harus rasional dan gunain logika.
6. Jangan overthinking
Siapa sih, yang bisa nebak kalau besok, lusa, bulan depan, atau tahun depan depan akan seperti apa? Bisa ngalamin pandemi seperti sekarang sampai bisa mengubah perilaku seperti sekarang, siapa juga yang nyangka?Jadi, menghadapi the new normal ini juga nggak perlu over thinking, mikirin gimana kalau begini atau begitu? Ya kalau nanti itu terjadi gimana, ya?
Kalau kata pakar dokter jiwa, hati hati sama pikiran, karena manusia justru sering tersiksa sama pikirannya sendiri.
Jadi, poin yang perlu digaris bawahi, untuk bisa menerima dan beradaptasi jalanain the new normal ini justru kita perlu siap dan menyadari kalau memang semua akan berubah. Kalau semua nggak sama lagi.
Seperti yang dokter Andri bilang, semua akan berpulang pada diri kita sendiri. Kita yang memiliki kemampuan untuk memikirkan apapun mengendalikan rasa cemas. Biar bagaimanapun kita tidak bisa menghindari kalau the normal ini memang harus dilalui.
7. Pentingnya melakukan aktivitas yang menyenangkan
Menurut dr. Andri, ini memang tanda-tanda psikosomatik. Cemas yang berlebihan. Jadi, coba tenangkan diri. Lakukan apa saja yang bisa kita buat nyaman. Apa pun bisa dilakukan untuk bisa merasa nyaman. Soalnya, setiap orang ini tentu beda- beda untuk bisa menemukan rasa nyamannya. Ada yang senang baca buku, ada juga yang senang berkebun.
8. Kalau ‘terbentur’ jangan lupa untuk bangkit lagi
Jalanin the new normal jelas nggak mudah, selain harus bisa beradaptasi dengan segala perubahan, risiko untuk bisa ngalamin ‘benturan’ juga nggak bisa dihindari.Jadi, keterampilan untuk bisa bangkit saat kita jatuh dan gagal perlu ada. Saat patah, kita perlu tumbuh lagi. Ini yang perlu kita lakukan. Balik lagi gimana bisa mengendalikan diri sendiri. Bukan ngendaliin orang lain, apa lagi lingkungan dan realita di depan mata.
9. Tetap punya tujuan
Saat pandemi dan jalanin the new normal ini banyak masyarakat yang kurang beruntung. Kehilangan mata pencaharian, bahkan mungkin kehilangan orang-orang yang disayangin. Setelah melewati beberapa fase seperti rasa marah, hingga akhirnya bisa menerima, jangan lupa untuk tetap memiliki tujuan.Kata dokter Andri, lewati semuanya, karena yang terpenting tetap menjaga diri, jangan pernah putus asa dan memiliki tujuan dalam menjalani kehidupan ini.
Jadi gimana, udah pada siap belum jalanin the new normal?
Aku lebih mengkhawatirkan anak-anak, Mbak. Huhu..
BalasHapusKita bisa jaga diri. Tapi anak-anak? Ah. Anxiety attack lagi kan.
harus mau ribet pokoknya dan jangan dibawa stres
BalasHapuskalau aku sih new normal ya emang normal aja hahahah. Asal protokel kesehatan dipatuhi insya Allah sih aman.
BalasHapus