Rumah Lama Rasa Baru di Tahun Baru

Begini, tho, rasanya berhasil renovasi rumah yang bertahun-tahun dianggurin. Rumah second yang saya dan suami beli dari kakak tersayang dengan harga spesial. 

Rasanya itu....  umh... apa ya? Mungkin semacam anak kecil yang akhirnya bisa membeli mainan idamannya setelah berhasil mengumpulkan uang jajannya. Puasnya minta ampun!

Ya, pokoknya seneng deh.  Seneng sekaligus norak :D

Buat yang sudah temenan dengan saya di social media, khususnya di Path mungkin sudah mau 'muntah' lihat saya yang begitu norak posting foto rumah. Segala jendela kamar yang belum dikasih hordeng aja saya foto, hahahaa…. Anak lagi bantu bersihin teras rumah difoto. Padahal kan sebenernya biasa aja. Kurang norak apa coba?

Maklum, buat saya dan suami, bisa merenovasi rumah adalah pencapaian besar di tahun 2016. Meskipun masih banyak kekurangan, masih banyak yang perlu dibenerin dan ditambahin di sana sini, masih perlu beli isi rumah, alhamdulillah rumah yang tadinya nyaris roboh sudah bisa berdiri tegak. 

Soalnya, kami sempat hopeless setelah mengetahui RAB meleset. Jauh dari bayangan, jauh dari dari dana yang kami punya. Ditambah lagi, ternyata cari pinjaman zaman sekarang nggak gampang. Bahkan mau pinjam KTA susahnya minta ampun! 

Iya, buat renovasi rumah, kami memang mau nggak mau harus cari pinjaman. Mengandalkan tabungan dan investasi yang  nggak seberapa nggak cukup. Jadilah jauh sebelum rumah direnovasi kami cari informasi untuk cari tambahan biaya. Tentunya dengan mempertimbankan dan disesuaikan dengan kemampuan kami bayar cicilan. 

Proses cari pinjaman ternyata juga nggak segampang yang dibayangkan. Termasuk pinjam lewat KTA. Rasanya, sudah banyak banyak KTA yang nolak permohonan pinjaman yang kami ajukan. Sebelum KTA, kami juga sudah sempat kepikiran untuk balik nama lebih dulu, karena kan memang rumah masih pakai nama teteh saya.

Setelah rumah atas nama kami, rencananya baru mau ajuin permohonan pinjaman renovasi rumah. Tapi setelah dipikir pikir, dan dibandingkan, kok, biaya balik namanya sudah besar banget ya untuk dua rumah? Akhirnya opsi ini pun kami coret. Lebih baik tabungan yang sudah dimiliki langsung dimanfaatkan untuk renovasi rumah. Toh, rumah tersebut atas nama saudara sendiri. Belum lagi kalau mikir, dengan balik nama, nggak menjamin permohonan pinjaman renovasi di-acc sepenuhnya.

Oh, ya, waktu itu bahkan aki dan enin sudah merelakan rumahnya dijadikan jaminan untuk bisa dapetin pinjaman rumah. Alternatif ini sebenarnya juga sudah mau kami tempuh. Tapi ternyata memang nggak berhasil karena yang mengajukan pinjamin harus si pemilik rumah, bukan anaknya. Sementara kalau bokap yang ajuin pinjamin sudah nggak bisa lantaran terbentur usia.

Kondisi seperti ini akhirnya bikin kami nyaris putus harapan. “Mungkin emang belum waktunya pindah rumah, mungkin memang harus nebeng rumah orangtua dulu,” begitu kata saya ke suami. 

Tapi yang namanya rezeki, ternyata ada jalan juga untuk ngumpulin dana pelan-pelan dan nambahin pinjaman buat biaya renovasi rumah. Intinya, sih, sampai 3 tahun ke depan kami masih punya tanggung jawab buat ngelunasin pinjaman renovasi. Meskipun harus ‘ngencengin ikat pinggang’, kami bersyukur karena cicilan rumah sudah lunas. Setidaknya beban kami berkurang.  

Dana yang akhirnya kekumpul pun harus disesuaikan lagi. Keinginan untuk renovasi dengan mengubah tata letak rumah, membuat setengah rumah dibeton untuk ke depannya ditingkat, nggak bisa kami realisasikan. Setidaknya untuk sekarang. Ya, siapa tahu beberapa tahun lagi bisa ningkatin rumah? 

Rumah pun direnovasi seadanya. Pembatas dua rumah kami jebol. Dan hanya kamar utama aja yang diubah, menghabiskan lahan belakang supaya kamar lebih luas.  Dan kamar mandi dibuat di dalam kamar. Selebihnya hanya ninggiin atap aja. Oh, ya, satu kamar juga disulap jd dapur. Jadi kalau semula ada 4 kamar, sekarang cuma 3 aja. 

Oh, ya, keinginan untuk mengganti  tembok rumah, sebagai pembatas ruang tengah ke ruang belakang menggunakan kaca juga akhirnya di-pending. Termasuk rencana punya kamar di belakang buat si mbak. Maunya, juga punya musholla khusus tempat kami beribadah. Maunya juga lantai rumah pakai granite. Hahahahaa…. Ini, kok, kebayakan maunya, sih!

Sudahlah, hidup itu kan harus realistis, ya…. Kemauan-kemauan ini pun harus ditunda lebih dulu. Lagi pula, saya dan suami juga bisa mengambil hikmahnya, salah satunya adalah mengajarkan ke Bumi kalau semua itu memang perlu proses. Segala sesuatu nggak bisa langsung enak. Karena hidup bukan sulap.

Yang pasti, saat ini saya dan suami sudah sangat bersyukur karena di penghujung tahun 2016, rumah bisa direnovasi. Dan tagl 24 Desember kemarin, kami memutuskan untuk nyicil pindahan barang dan sewa gobox. Btw, kalau dihitung-hitung sewa gobox yang ukurannya paling besar lebih murah dibandingkan sewa mobil pick up. Kalau nggak salah kemarin itu sewa gobox dan dua tukang buat bantu angkut barang dari Lebak Bulus ke Pamulang 650 ribu. 

Harapannya, di tahun 2017 kondisi rumah bisa semakin baik. Setidaknya dalam waktu dekat rumahnya bisa punya kanopi dan pager, hahahaa… doakan, yaaaa….