“Imagination is more important than knowledge. For knowledge
is limited to all we now know and understand, while imagination embraces the
entire world, and all there ever will be to know and understand.” - Albert
Einstein
Siapa yang setuju dengan quote ilmuan fisika teoretis ini? Kalau
saya, sih, jelas setuju. Mengembangkan imajinasi anak itu sangat penting.
Makanya saya dan suami akhirnya rela mengeluarkan uang lebih untuk membelikan
Bumi mainan yang bisa merangsang daya imajinasi Bumi semacam Lego.
Lego. Tahu, dong, kalau mainan ini nggak bisa dibilang
murah? Eh, setidaknya buat kami, sih. Nggak tahu buat keluarga yang lainnya :D
Jadi, saat saya dan suami membelikan Bumi maianan, pertimbangannya
mainan tersebut memang kami harapkan bisa memancing imajinasi Bumi untuk bisa berkembang.
Pada masanya, saat Bumi masih batita, anak kami ini seneng banget sama Thomas
and Friends. Jadilah waktu itu segala pernah pernik yang berbau Thomas dia
gandrungi. Lama kelamaan, saat anaknya makin gede, Thomas dan teman-temannya
ini pun kian dilupakan. Bergeser ke Lego.
Sepanjang ingatan, lego pertama yang saya belikan adalah
lego lokomotif kereta api yang ukurannya kecil mungil. Tapi tetep aja harganya
di atas 100 ribu. Ya…. Namanya juga mau nyenengin anak, ya… meskipun mahal,
orangtua kadang suka bela-belain tetep beli. Catatannya, memang kalau rezekinya
ada, dan nggak maksain motong uang belanja, hahahhaa.Tapi - ini mungkin yang
namanya rejeki anak - di beberapa kesempatan beli lego , saya juga memanfaatkan
voucher potongan harga dari hasil doorprize liputan atau menang live tweet saat
liputan.
Singkat cerita…. Koleksi lego Bumi pun kian bertambah. Sampai-sampai
saya sendiri sudah lupa beliin berapa box lego. Mulai dari seri Lego City, Creator,
juga Lego Classic dan dua Lego kecil lainnya…
Awalnya saya dan suami seneng-seneng aja ngeliat Bumi cukup
lihai saat nyusun lego. Satu, dua, tiga lego pun selesai dibuat dengan waktu
yang relative cepet. Hingga akhirnya, lama-lama kondisinya mulai berubah.
Lego-lego yang bentuknya utuh dan kece lama-lama jadi pretelan sana sini.
Ada helikopter yang semula sudah, kece, eh bentuknya jadi
nggak jelas lagi…
Mobil pemadam kebakaran serta gedung yang semua cakep dan
bisa dijadiin pajangan, malah ancur lebur semua.
Mulai, deh, kesel. Mesti,
ya? Lego dihancurkan lagi?
Semua bentuk udah jadi nggak sempurna. Bentuknya udah ajaib
sesuka imajinasi Bumi. Ada helikopter yang tanpa baling-baling, mobil pemadam
kebakaran kehilangan keempat rodanya tapi punya sayap, atau mobil jeep yang
tiba-tiba panjang mirip limosin. Ada juga ojek minus roda tapi punya
baling-baling dan sayap.
Balok si lego pun udah mulai awur-awuran di sana sini. Ada
yang di depan TV, ada di kolong kasur, ada juga yang hampir kesapu karena
dikirain sampah dan mainan yang udah nggak dipakai lagi.
Bisa ketebak nggak reaksi saya seperti apa?
Kesel dan mau marah. Khawatir lego-lego itu hilang.
Mempertimbangkan harganya yang nggak murah nyesek aja kalau hilang. Apalagi
kalau satu bagian saja hilang, bentuk lego setelah jadi gak akan sempurna lagi.
Tapi karena mempertimbangan Bumi selalu bilang akan nyusun
ke bentuk semua, ya, sudah. Pasrah. Apalagi suami juga nggak mempermasalahkan
lego-lego itu dibongkar, dijadikan bentuk-bentuk yang 'futuristik' meski agak
absurd. Pesannya ke bumi, adalah
'bongkar lego di kamar aja', selain 'masukkan serpihan lego ke boksnya'.
Maksudnya sih supaya serpihan-serpihan lego itu bisa kelacak keberadaannya.
Intinya, meminimalkan hilang ;)
Malah katanya, lebih baik lego-lego itu dibongkar dan
dipasang sesuai hayalan anak. “Memang, buat kita para orang tua, bentuknya gak
lagi bagus, gak keren, gak manis. Tapi bongkar-bongkar lego dan kemudian
disusun dengan beragam betuk bisa jadi membantu bumi meningkatkan daya kreatifnya,
membangun imajinasi,” gitu katanya.
Ya, bener juga, sih. Ibu pun akhirnya ngalah. Ikhlas melihat
tu lego bentuknya nggak jelas, awur-awuran.
Sekarang, sih, yang repot malah suami karena dia selalu
berusaha ngumpulin serpihan lego untuk bisa disusun kembali. Katanya, modalnya cuma
sabar.
Lah, saya, mah, nggak sabar. Sekarang malah cenderung tutup
mata dan belajar ihklas ngeliat kondisi lego yang cukup ngenes. Kalau pun Bumi minta beliin Lego lagi, saya
bakal ajuin syarat. “Boleh dibeliin lego lagi… asal Bumi bisa membuat bentuk
lego seperti semula.
Eh, ada yang mau bantuin suami saya ngumpulin lego? Kalau
saya, mah, nggak sabaran, hahahahaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar