Jadi, akhir pekan kemarin tuh theAsianparent Indonesia baru aja bikin nobar bareng sama Disney Indonesia. Filmnya, apa lagi kalau bukan Christoper Robin alias Winnie The Pooh.
Kebetulan, baru beberapa bulan kerja di TAP ID, tau-tau Mbak Petty dan Putri minta tolong buat pegang media partner. Sekaligus buat ngurusin giveaway di sosial media.
Okelah, sip. Kalau urusan ini aja, InshaAllah bisa ngerjain *jumawa*
Kebetulan, emang dari dulu kepengen coba ngurusin hal hil yang terkait sama partnership kaya gini. Itung-itung belajar dunia marketing, ya kaaaan...
Nah, nobar kemarin itu salah satu kerjasama dengan Disney Indonesia. Hamdallah... dapat satu studio buat nobar sama komunitas TAP ID. *dancing*
Kebetulan memang sudah kenal dengan PR agency Disney. *dadah-dadah ke Thea 😁
Paling nggak, bikin acara nobar kaya gini jadi punya kesempatan kenalan sesama ibu lainya. Bedanya, rata-rata mereka banyak yang ibu baru, sementara yang ini ibu-ibu yang udah agak lamaan. Soalnya anaknya udah 8 tahun 😁
Kebetulan memang sudah kenal dengan PR agency Disney. *dadah-dadah ke Thea 😁
Paling nggak, bikin acara nobar kaya gini jadi punya kesempatan kenalan sesama ibu lainya. Bedanya, rata-rata mereka banyak yang ibu baru, sementara yang ini ibu-ibu yang udah agak lamaan. Soalnya anaknya udah 8 tahun 😁
Ok, balik lagi ke film Christoper Robin.
Menurut saya, sih, film ini ngena banget. Banyak banget pesen buat para orangtua.
Buat anak-anak cocok banget, kok. Tapi IMHO, mungkin lebih pas kalau ditonton sama anak SD, yang sudah bisa baca. Mereka jadi bisa lebih paham. Ya kalau buat anak-anak pra sekolah, setidaknya banyak polah Winnie The Pooh yang emang bikin ngikik.
Kemarin pas nonton, Bumi sih, cikikan melulu. Sementara buat saya, ada beberapa pesan penting yang terkait dengan dunia parenting.
Jadi, ada 5 alasan yang bikin film Christoper Robin ini perlu ditonton sama orangtua.
1. Kita, sebagai orangtua nggak perlu mengikuti pola pengasuhan yang sama
Jauh sebelum jadi orangtua, saya, kamu, kita, tentu pernah jadi anak-anak. Ternyata, kecendrungannya pola asuh yang kita terapin itu akan mengadopsi pola asuh yang diterapkan orang tua kita. Jadi, semacam mengulang sejarah, gitu.
Padahal, ngebesarin anak nggak perlu kaya begini. Apalagi kalau inget, zaman juga kian berubah. Kalau katanya Mbak Najellaa Shihab, orangtua itu perlu tau dan mengenali gaya pengasuhan sendiri. Paham, mana yang bisa diteruskan ke anak, dan mana yang harus ditinggalkan.
Kalau dulu kita sempet dipaksa ngikutin kemauan orangtua macam Christoper Robin yang harus masuk asrama, bukan berarti anak kita harus masuk asrama juga kan?
2. Orangtua selalu tau mana yang terbaik untuk anaknya. Yakin?
Kadang, nih, ketika jadi orangtua, tanpa sadar bikin saya merasa lebih senior. Berasa udah punya banyak pengalaman hidup.
Ujung-ujungnya apa? Suka jadi sok tau. Ngatur anak ini itu. Mikir, "Ah, kamu anak kecil tau apa, sih? Orangtua itu selalu tau mana yang terbaik untuk anaknya."
Eh, tunggu dulu.... apa iya begitu?
Beruntung, saya dibesarkan dari orangtua yang nggak kaku dan mendikte kaya gini. Jadi, sepanjang hidup kayanya konflik yang kaya gini minim banget. Waktu zaman SMA, pas mau ambil jurusan IPS, nyokap memang pernah protes. Minta anak bungsunya ini masuk IPA. Akhirnya waktu itu manut aja.
Hahhahaha, untung aja anaknya bisa lulus. Dan pas kuliah, nyokap sama bokap terima anaknya ini kuliah di Fakultas Komunikasi, jurusan Jurnalistik.
Alhamdulillah...
Film Christoper Robin ini juga ingetin soal point penting ini. Di mana awalnya Christoper Robin kekeh sumekeeeh minta anaknya Madeline masuk asrama, eh, akhirnya dia sadar juga kalau masuk asrama justru bisa bikin anaknya nggak bahagia.
Kalau katanya Kahlil Gibran, anakmu bukan milikmu. Meskipun sudah melahirkan dan membesarkan anak, ya, tetep aja tugas orangtua itu buat kasih arahan, bukan memaksin keinginan dan pemikirannya.
3. Jadi orangtua juga perlu bersenang-senang!
Jadi orangtua, sama artinya tanggung jawab makin numpuk. Banyak banget tanggungannya!
Dulu mana pernah kepikiran harus bayar ini itu. Bayar tagihan KPR rumah, belum lagi kalau ada cicilan mobil, bayaran sekolah anak yang nggak murah, investasi, dan biaya hidup sehari-hari. Untuk memenuhi semua, jelas perlu kerja bagai kuda. Mungkin, kecuali kalau udah lahir dari keluarga yang hartanya nggak abis-abis.
Kalau kata Christoper Robin, mimpi itu nggak ada yang gratis. Jadi perlu banting tulang. Salah? Ya, nggaklah! Bener banget!
Cumakan, bukan berarti jadi lupa dengan kehidupan lainnya yang bisa bikin kita tambah bahagia! Jangan sampe kerja keras mati-matian, tapi batin tersika. Lupa sama lingkungan sosial, parahnya lupa sama keluarga sendiri.
4. Family came first
Iya, dong! Gimana pun, keluarga idealnya jadi prioritas.
Dalam satu adegan, Piglet sempet tanya ke Christoper Robin yang selalu bawa koper kerjaannya ke mana-mana. Ditanya, deh, tuh, emang isi kopernya apa? Seberapa penting?
Lalu dijawab, koper iru emang sangat penting, isinya segala dokumen terkait dengan pekerjaannya.
Lalu dijawab, koper iru emang sangat penting, isinya segala dokumen terkait dengan pekerjaannya.
Dengan polosnya kemudian Piglet tanya, lebih penting mana anak Madeline anak kamu? Kenapa dia tidak bersama-sama kamu? Ya, intinya gitu, deh.
Denger pertanyaan polos dari Piglet, Christoper cuma tergugu. Waktu liat scene ini, sebagai orangtua, berasa 'nyess' banget, sih.
Tapi faktanya, dalam hidup memang kadang kita dihadapkan pilihan yang sulit, sih, ya. Dapat tugas ke luar kota atau ke luar negeri, eh, anaknya sakit. Anak mau pentas seni di sekolah, eh, waktunya bentrok dengan meeting atau event besar kantor. *aku kudu piye*
Ya, namanya juga hidup. Intinya harus bisa memilih dan nentuin prioritas.
5. Never takes things for granted
Sama dengan hubungan-hubungan lainnya, hubungan dengan keluarga juga macam hubungan dengan temen sekantor atau hubungan persahabatan, semuanya harus bisa dijaga dengan baik.
Caranya, ya, komunikasi. Berinteraksi dengan baik. Karena sibuk kerja, kelihatan banget kalau hubungan Christoper Robin sama keluarga jadi nggak hangat. Macam ada jarak gitu, lho. Lah wong, buat say good bye sama istrinya, sekadar cium pipi dan pelukan aja kelihatan rikuh banget.
Kalau katanya para pakar psikolog, nih... untuk ngejaga interaksi sama keluarga berjalan dengan baik, mulai aja dulu dengan perhatiin kuantitas pertemuannya.
Terus tumbuhin deh, tuh, kebiasaan buat ngomong 3 kata ajaib. Macam terima kasih, tolong dan maaf. Senggaknya dari sini bisa kelihatan ada rasa menghormati satu sama lain.
Dan yang nggak kalah penting, soal apresiasi. Kalau kata Mbak Nina Teguh, sebagai psikolog keluarga, tanpa disadari apresiasi yang kita kasih untuk pasangan bisa nimbulin rasa bahagia dan numbuhin intimacy.
Hasil ngobrol a.k.a wawancara dengan psikolog, faktor lain yang nggak kalah penting untuk jaga hubungan baik, bisa mengkritik tanpa menyudutkan dan melemahkan. Intinya, kalau ada konflik ya selesaikan dengan sehat.
Faktanya, kalau emang lagi adu argumen sama suami, seringnya sih malah ngegas duluan. Sampe Doni sering ingetin, "Ngomongnya biasa aja kali... nggak ngegas kaya gitu. Ngomong pelan juga aku ngerti...."
Hihihi, mon maap ya... istrinya ini kan mantan pembalap, jadi bawaannya jadi ngegas mulu 😂😂😂
Nah, jadi kira-kira 5 pesan ini yang bisa saya ambil dari film garapan Marc Foster ini.
Kalau emang belum pada nonton, nggak rugi sama sekali kok kalau milih menu akhir pekan nanti buat nonton Christoper Robin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar